Minggu, 20 April 2014

Fatimah az-Zahra


Ibu adalah tiang bangsa, begitu kata Nabi Saw. Betapa tidak, dari rahim ibulah lahir putra-putri penerus masa depan bangsa. Jika ibunya mulia, mulia pula masa depan bangsa tersebut. Dan sebaliknya. Jika ibunya abai, terabaikan pula masa depan bangsa. Semua ibu kandung para Nabi pastilah ibu-ibu yang mulia. Bagaimana dengan Nabi Muhammad Saw yang ditinggal wafat oleh ibunya sejak masa balita? Siapakah yang memberikan kasih sayang ibu kepada Beliau Saw?

Setelah ditinggal wafat oleh ayahnya saat Muhammad Saw. masih dalam kandungan, ia ditinggal wafat oleh ibunya saat balita. Setelah ibunya meninggal, ia diasuh oleh kakeknya. Setelah ditinggal wafat oleh kakeknya saat masih kanak-kanak, ia diasuh oleh pamannya, Abu Thalib ayah Ali bin Abu Thalib hingga beliau Saw. menikah dengan Khadijah pada usia  beliau Saw. yang ke-25 tahun. Praktis, kasih sayang ibu sebelum beliau Saw. menikah justru ia dapatkan dari kakek dan pamannya yang notabenenya lelaki.

Pasca meninggalnya Khadijah sesaat sebelum peristiwa hijrah ke Madinah, tidak ada lagi perempuan yang memberikan kehangatan ibu pada beliau Saw. kecuali anaknya sendiri, Fatimah Az-Zahra. Dialah putri yang membasuh luka Beliau Saw. sepulang perang. Dialah putrid yang menunggu kepulangan ayahnya di pintu gerbang. Dialah putri yang menangis ketika ayahnya dihina oleh pemuka kaum Qhuraisy. Dialah yang memberikan kelembutan perempuan khas ibu kepada ayahnya. Dialah ibu bagi ayahnya.


3 Tipikal Perempuan

            Dalam buku Fatimah adalah Fatimah, Dr. Ali Syari’ati sosiolog Iran yang menempuh pendidikan pada Universitas Sorbone Paris, Perancis membagi 3 tipikal perempuan. Diantaranya;

1. Perempuan yang Kebarat-baratan
Tipikal perempuan seperti ini sering berkoar-koar tentang emansipasi. Padahal, hak lelaki dan hak perempuan terbagi atas koridornya masing-masing. Ia lebih banyak diluar rumah. Walhasil, ia abai terhadap keluarganya, khususnya anak-anaknya. Pola pikir mereka disusupi  hegemoni atau apa yang Antonio Gramschi sebut dengan penjajahan alam bawah sadar. Jadi, apa yang dikumandangkan barat adalah kitab suci bagi perempuan model ini. Sungguh, bukan perempuan yang teladan.


2.   Perempuan yang Tradisionalis
Aktivitasnya hanya bertumpu pada sumur, kasur dan dapur. Perempuan macam ini sangat takut (bukan segan) pada suaminya. Akhirnya, produktivitasnya terpasung oleh ketakutannya sendiri. Tidak berprinsip, terisolir dan anti sosial. Mungkin ia lupa bahwa setiap manusia memiliki tanggung jawab sosial. Anak-anaknya tumbuh dengan jiwa penakut dan tidak mengenal zamannya sendiri. Perempuan seperti ini, juga bukan ibu yang teladan.

 3.   Perempuan Teladan
Adalah ia yang mengurusi rumah tangganya tanpa berpura-pura lupa akan tanggung jawabnya pada realitas sosial-kemasyarakatan. Suaranya lembut penuh kasih pada anak-anaknya sekaligus lantang pada siapa saja yang berbuat curang di lingkungannya. Ia tidak lata terhadap gaya hidup. Tidak pula acuh terhadap perkembangan peradaban. Singkatnya, ia proaktif di dalam dan  di luar rumahnya.

Apa yang Harus Dilakukan?

            Kontemplasi! Tanyakanlah pada diri sendiri; Siapakah Aku? Bagaimana aku menjadi? Apa tujuanku hidup di dunia ini? Inilah kekurangan kita, tidak mengenal teladan yang baik. Bahkan kita tidak mengenal diri kita sendiri. Siapakah perempuan masa kini? Perempuan masa kini bukan Lady Gaga, Katty Perry, Rihanna. Bukan! Itu bukan kita. Perempuan-perempuan itu hanyalah boneka kaum kapitalis yang hendak menyodorkan kepada kita bentuk-bentuk perempuan masa kini melalui media. Yang jika tidak mengikuti mereka, maka ia bukan perempuan. Itu salah! Perempuan masa kini adalah perempuan yang bebas menentukan pilihan rasionalnya. Anda mungkin tidak mengenal De La Vida, Madame Curie, Resas De La Chapelle. Merekalah perempuan-perempuan hebat dan cerdas. Mereka mengelilingi dunia untuk mencari pengetahuan hakiki. Karena potensi kehebatan perempuan tersebut, ia ditutup dari radar dunia oleh Invisible Hands.

Bebaskan dirimu. Dari apa? Jeritan Eksploitasi. Bangkitlah, membacalah, menulislah dan berjuanglah di dan ke tengah-tengah masyarakat. Kita mempunyai tanggung Jawab sosial. Mari kita redefinisi mengenai hakikat perempuan sesungguhnya. Perempuan menghendaki sebuah model. Siapa? Fatimah Az-Zahra, sang wanita teladan.

Selamat menuju perempuan sesungguhnya!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar