Sabtu, 17 Mei 2014

Mentalitas Pancasila Sebagai Solusi Problematika Bangsa

            Daoed Joesef pernah berkata bahwa tanah air itu terbagi 3; tanah air riil berupa geografis, tanah air formil berupa Negara dan tanah air mental berupa Pancasila.  Tanah air yang pertama dan kedua sangat bergantung pada tanah air mental. Dengan kata lain, wilayah geografis dan keadaan Negara Indonesia sangat bergantung pada implementasi Pancasila sebagai nilai yang menjadi dasar Negara. Pada kolom Opini Kompas, sabtu 10 Mei 2014 kemarin, Joko Widodo (Jokowi) sempat menuliskan solusinya atas problematika kebangsaan dewasa ini. Solusinya adalah Revolusi Mental.
           Pertanyaannya kemudian apakah memang mental kita sebagai bangsa yang perlu direvolusi? Jika tidak, lalu apa yang perlu direvolusi atau diperbaiki? Jika iya, berarti Pancasila sebagai tanah air mental harus membuktikan dirinya sebagai nilai dasar Negara yang dapat menjawab problematika kebangsaan. Untuk menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa saja problematika kebangsaan kita secara garis besarnya dan apa yang menjadi penyebabnya.

Faktor-Faktor Problematika Kebangsaan

            Problematika menurut Martin Heidegger adalah ketidakcocokan antara das sein (apa yang terjadi) dengan das sollen (apa yang seharusnya terjadi).  Analisis penulis, berikut adalah sebagian besar faktor yang menyebabkan terjadinya problematika kebangsaan. Diantaranya;

1)     Intoleransi karena Kedangkalan Spritualitas

     Laporan The Wahid Institute menyebutkan praktek intoleransi sepanjang tahun 2013 yang dialami kelompok agama minoritas seperti Ahmadiyah, Syiah, Protestan, Katolik, dan mereka yang dituduh sesat sebanyak 245 kasus. Hal ini diperparah oleh gagalnya Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama dibahas dalam program legislasi nasional di DPR 2010-2014.

2)     Defisit Moral
     
Setelah maraknya kekerasan terhadap umat beragama karena berbeda keyakinan hingga berdampak pada intoleransi, problematika bangsa kemudian ditambah dengan kekerasan secara fisik. Kenyataan itu tercermin dari maraknya pelecehan seksual, SARA, kejahatan geng motor hingga pembunuhaan akhir-akhir ini.

3)     Disintegrasi Bangsa

Disintegrasi bangsa adalah upaya untuk memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah susah payah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa berpuluh tahun lamanya. Disintegrasi tersebut kemudian diorganisasikan secara separatis berupa pemberontakan untuk berpisah dari NKRI seperti yang pernah dilakukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan sampai sekarang diupayakan oleh beberapa masyarakat Papua yang menginginkan lepas atau katanya merdeka dari Indonesia.

4)     Krisis Kepemimpinan (Politik dan Hukum)

Reformasi yang diagung-agungkan sebagai simbol demokrasi Indonesia demi kepemimpinan yang lebih demoktatis dan menjauh dari tirani kekuasaan orde baru dan lama ternyata masih berpunggungan antara harapan dan kenyataannya. Faktanya, sejak era reformasi angka golput justru makin bertambah. Pemilu 1999 angka golput 10,21%, Pemilu 2004 naik menjadi 23,34%, dan Pemilu 2009 naik lagi menjadi 29,01%. Bandingkan dengan angka golput pada pemilu era Orde Lama dan Orde Baru (1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997) yang tak pernah lebih dari 10%.

Untuk Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah, angka golput juga tinggi. Pilpres 2004 angka golput 21,5%, Pilpres 2009 naik menjadi 23,3% (angka partisipasi pemilih Pilpres 2009 sebesar 72,09%). Angka golput pemilukada rata-rata 27,9%. Namun, hasil pemilu 2014 yang baru dirilis KPU baru-baru ini menunjukkan tren positif dengan meningkatnya partisipasi pemilih menjadi 75,11 %. Itu baru kepemimpinan politik, belum termasuk kepemimpinan hukum yang masih menyisakan problematika tersendiri yang tak kalah mencemaskannya. Lihat saja kasus suap hakim, polisi dan jaksa yang berujung pada tertangkap tangannya hakim Mahkamah Konsitusi; Akil Muchtar.

5)     Korupsi dan Pemiskinan

Berbicara mengenai problem bangsa, akal kita seakan-akan otomatis berpindah pada apa yang disebut sebagai korupsi. Penjarahan uang rakyat oleh pejabat pemerintah. Mulai dari menteri, kepala daerah hingga bank, semuanya tergiur dengan korupsi. Setali tiga uang, korupsi kemudian melahirkan anak kandung yang bernama pemiskinan. Bukan kemiskinan, tapi pemiskinan karena jumlahnya yang banyak dan telah menjadi masalah bangsa turun-temurun dan belum menemui jalan keluarnya. Padahal, jika dikelola dengan baik, sumber daya alam bangsa kita yang kaya ini tentulah cukup untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Mentalitas Pancasila sebagai Solusi Problematika Bangsa

            Dalam buku berjudul Negara Paripurna yang ditulis oleh Yudi Latif, disebutkan bahwa Pancasila merupakan proses penggalian secara mendalam dari apa yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Bukan ikut-ikutan bangsa lain. Maka sekarang, kita dengan bangga menyebut Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan berdiri pada kaki sendiri. Bukan bangsa fotokopi.  Ideologi murni Indonesia. Bukan ideologi kapitalis kanan, komunis kiri ataupun Islam. Pancasila merupakan lima Dasar Negara. Pertanyaan yang timbul kemudian, sejauh manusia mentalitas pancasila untuk menjawab problematika kebangsaan?

            Intoleransi disebabkan oleh kedangkalan spritualitas. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa meniscayakan kita sebagai bangsa Indonesia untuk menghargai keyakinan orang lain selama tidak mengganggu keyakinan orang atau kelompok lain. Dengan ego Tauhid, kita memahami bahwa kita semua adalah makhluk dan berasal dari Diri Yang Satu; Tuhan. Sementara, defisit moral terjadi karena kita lebih sering mendahulukan kepentingan diri di atas kepentingan sosial. Kita tidak memanusiakan manusia. Kita tidak menjalankan apa yang diamanatkan oleh sila kedua; kemanusiaan yang adil dan beradab (moral/etika).

            Sementara disintegrasi bangsa yang memicu perpecahan NKRI berawal dari paham sempit yang merasa suku atau daerah lebih unggul ketimbang suku, daerah atau bahkan bangsa Indonesia. Seandainya kita memahami sejarah, tentulah kita sadar bahwa kita lahir sebagai bangsa Indonesia atas perjuangan bersama melawan penjajahan yang kemudian menginspirasi para pejuang bangsa untuk mengikrarkan sila ketiga; Persatuan Indonesia. Bersatu untuk melawan pengaruh buruk dari pihak luar (Negative Nasionalism) dan bersatu untuk menawarkan yang baik dari dalam (Positive Nasionalism).

            Adapun krisis kepemimpinan baik dalam  segi hukum maupun segi politik tentukah menciderai cita-cita luhur demokrasi. Hal ini terbukti dari kasus suap hakim dan politik uang (Money Politic). Sila keempat sebenarnya telah menjawab solusi dari masalah ini berpuluh-puluh tahun lalu dengan mengutamakan musyawarah yang dipimpin oleh ia yang hikmat lagi bijaksana. Namun, kesejahteraan politik takkan bisa tercapai jika masih ada perut yang kosong. Dengan kata lain, kesejahteraan politik harus selalu berbarengan dengan  kesejahteraan ekonomi. Penerapan keadilan secara distributif (proporsional) dan komutatif (sama rata) kepada seluruh rakyat Indonesia merupakan solusi kelima yang ditawarkan oleh Pancasila.

Kesadaran Mental Pancasila adalah Kunci Kesadaran Bernegara dan Berwilayah

            Tanah air mental atau Pancasila adalah kunci untuk meransang kesadaran bernegara dan berwilayah. Wilayah geografis kita tak ada artinya jika tidak diatur oleh para pejabat Negara. Sementara pejabat Negara tidak dapat dikatakan Negarawan jika tidak bermental pancasila. Mental adalah jiwa atau watak dari suatu entitas. Maka, watak kita sebagai bangsa, tercermin dari sejauh mana kita menerapkan nilai-nilai yang ada pada Pancasila. Baik dari kelima silanya maupun 45 butir Pancasila sebagai pedoman praktis dalam berbangsa. Inti dari Pancasila adalah gotong-royong atau kebersamaan. Menolak mentah-mentah paham individualis. Jadi, untuk dapat dikatakan berbangsa atau lebih luhurnya berindonesia, milikilah jiwa yang gotong-royong, jiwa kebersamaan.

Salam Pancasila!

Minggu, 11 Mei 2014

Mengapa Kita Diciptakan


            Tujuan dari misi kenabian adalah untuk dapat membimbing manusia menemukan tujuan hidupnya. Kita tidak mungkin mengasumsikan bahwa ada tujuan yang diinginkan Tuhan dalam penciptaan manusia. Karena jika Tuhan memiliki tujuan, berarti ada yang belum Dia memiliki sehingga Dia harus harus bertujuan untuk memenuhi atau melengkapi sesuatu yang belum Dia memiliki tersebut. Jika ada yang belum Tuhan miliki, berarti Tuhan mempunyai kekurangan. Jika Tuhan mempunyai kekurangan, berarti Tuhan tidak sempurna. Jika Tuhan tidak sempurna, maka ia tidak dapat disebut Tuhan. Olehnya itu, Tuhan tidak memiliki tujuan dalam proses penciptaan manusia. Tetapi, jika ia tidak memiliki tujuan, apakah penciptaan manusia hanyalah sesuatu yang sia-sia?

            Tujuan penciptaan adalah untuk keperluan makhluk itu sendiri, bukan untuk Tuhan. Dalam pengertian lain, tujuan penciptaan mencakup dan menjadi bagian dari proses penyempurnaan makhluk, bukan untuk penyempurnaan Tuhan. Dalam pengertian ini, kita dapat memahami suatu konsekuensi bahwa setiap induvidu memiliki tahapan-tahapan penyempurnaan yang harus dicapai. Jika seseorang telah mencapai puncak penyempurnaannya, maka dapat dikatakan bahwa dia telah diciptakan demi mencapai penyempurnaan tersebut. Lalu, bagaimana dengan ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin yang hanya untuk “menghamba” kepada Tuhan?

Senin, 05 Mei 2014

Biografi Soekarno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia


Soekarno adalah salah satu, jika bukan satu-satunya orang indonesia yang paling berpengaruh di dunia. Ia dituduh komunis oleh para imperialis barat. Tapi benarkah dia adalah seorang komunis ? Ia juga difitnah sebagai kolaborator jepang. Mari kita simak biografi singkat Soekarno berikut yang merupakan ulasan buku Biografi Soekarno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karta Cindy Adams, wartawati asal Amerika.

Soekarno lahir saat fajar baru menyinsing, pada sebuah awal abad baru, abad yang penuh harapan setelah melalui abad-abad kelam, 1901-06-06 tepatnya. Ibunya adalah keturunan hindu budha asal bali. Sedang ayahnya berasal dari jawa dan  penganut  teosofie islam.   Soekarno menghabiskan masa SMA-nya di Surabaya dan tinggal di rumah teman akrab ayahnya, H.O.S  Tjokroaminoto. Kehidupan mudanya banyak  terhabiskan  di kamar kecil nan gelap hanya untuk membaca. Karena ia tahu pasti, ia tidak punya uang untuk main dan jajan seperti kebanyakan anak muda lainnya. Sebagai gantinya, Soekarno berdiri di atas meja kamar dan berpidato mengikuti cara Tjokroaminoto berpidato yang memang adalah seorang pemimpin politik. Tidak hanya meminjam gaya pidato Tjokroaminoto, Soekarno juga meminjam buku-bukunya, rumahnya dan pemikiran politiknya. Meskipun masih sangat muda, Soekarno sudah menjadi petinggi di organisasi-organisasi kepemudaan, Jong Java salah satunya. Di kamar yang sempit, pemikirannya menjadi sangat luas karena buku-buku yang ia baca. Soekarno menyelami buah pemikiran Karl Marx, Engels hingga Lenin dari rusia. Sampai-sampai Soekarno menguasai tujuh bahasa asing. 

Selasa, 29 April 2014

Al-Quran 100% Asli; Sunni-Syi'ah Satu Kitab Suci


Apakah kitab suci benar-benar suci? Sucikah ia dari distori dan intervensi manusia di dalamnya? Apakah yang Maha Suci benar-benar menjaga kesucian kitab suci tersebut? Pemeluk agama apapun, meyakini kesucian kitab suci adalah salah satu kewajiban. Begitupun dengan agama yang penulis yakini, Islam.  Bahkan dalam rukun iman yang terdapat dalam agama Islam mewajibkan seorang muslim bukan hanya meyakini kitab suci agama Islam yaitu Al-Qur’an, tapi juga kitab suci yang pernah diturunkan Tuhan kepada Musa, Daud dan Isa. Berikut ini merupakan ulasan mengenai buku Al-Qur’an 100% Asli; Sunni-Syi’ah Satu Kitab Suci oleh H. A. Muhaimin Zen mengungkapkan mengenai keaslian Al-Qur’an serta pandangan kedua mazhab.

Kamis, 24 April 2014

Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia


Hukum tentu berbeda dengan ekonomi. Namun, seiring perkembangan waktu diperlukan hukum untuk mengatur dan mengawasi kegiatan ekonomi. Pada awalnya berbagai kegiatan ekonomi dikenal dalam hukum dagang kemudian menjadi hukum perusahaan. Namun, kedua hal ini bersifat keperdataan (privat). Padahal, perkembangan perekonomian berkembang secara terus menerus dan tidak hanya mengurus kepentingan privat saja, tapi juga urusan publik. Maka, lahirlah hukum ekonomi yang mengurus kepentingan baik itu privat maupun publik. Hukum ekonomi di Indonesia terbagi menjadi hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial.

Selasa, 22 April 2014

Kehidupan Setelah Mati


  
   Mati adalah sebuah kepastian yang akan dialami oleh setiap yang bernyawa (QS. an Nisa: 78). Tinggallah bagaimana Kita menyikapi kematian itu. Kematian adalah rahasia Tuhan, disamping jodoh dan rezeki. Kita datang dari sisi Tuhan dalam keadaan suci, sudah seharusnya kita kembali ke hadirat-Nya dalam keadaan suci pula. Ibn Qayyim Al-Jauziyah dalam Madarij Al-salikin memaparkan proses at-tamhis (proses pembersihan) dalam tiga tahap. Di dunia, di alam barzakh dan terakhir di alam akhirat. Inilah indikator, betapa besar kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya, hingga-hingga disucikannya kita sebanyak tiga kali. Garis besarnya ada dua:

 I.   Sebelum Kematian
   Dalam Perspektif Sufi, kematian terbagi atas dua. Kematian yang pertama adalah kematian alami. Yaitu kematian yang semua manusia mengalaminya. Sedang kematian yang kedua adalah kematian irady. Kematian yang belum tentu semua manusia mengalaminya.  Mematikan ego, atau lebih sederhananya: perbaikan akhlak. Seperti sabda Rasul Saw. : “ Mutu qabla antamutu “, Matilah kamu sebelum Mati. Jadi, sebelum kematian jasadi, Kita harus membunuh ego kebinatangan Kita. Sebagai ganti perbaikan amal. Untuk apa? Karena amal perbuatan Kita di dunia sekarang akan  berpengaruh pada dunia selanjutnya.  Untuk menyadari perilaku, Kita harus memahami tujuan dan konsekuensi perilaku tersebut. Jawabannya ada pada;


Minggu, 20 April 2014

Fatimah az-Zahra


Ibu adalah tiang bangsa, begitu kata Nabi Saw. Betapa tidak, dari rahim ibulah lahir putra-putri penerus masa depan bangsa. Jika ibunya mulia, mulia pula masa depan bangsa tersebut. Dan sebaliknya. Jika ibunya abai, terabaikan pula masa depan bangsa. Semua ibu kandung para Nabi pastilah ibu-ibu yang mulia. Bagaimana dengan Nabi Muhammad Saw yang ditinggal wafat oleh ibunya sejak masa balita? Siapakah yang memberikan kasih sayang ibu kepada Beliau Saw?

Setelah ditinggal wafat oleh ayahnya saat Muhammad Saw. masih dalam kandungan, ia ditinggal wafat oleh ibunya saat balita. Setelah ibunya meninggal, ia diasuh oleh kakeknya. Setelah ditinggal wafat oleh kakeknya saat masih kanak-kanak, ia diasuh oleh pamannya, Abu Thalib ayah Ali bin Abu Thalib hingga beliau Saw. menikah dengan Khadijah pada usia  beliau Saw. yang ke-25 tahun. Praktis, kasih sayang ibu sebelum beliau Saw. menikah justru ia dapatkan dari kakek dan pamannya yang notabenenya lelaki.

Pasca meninggalnya Khadijah sesaat sebelum peristiwa hijrah ke Madinah, tidak ada lagi perempuan yang memberikan kehangatan ibu pada beliau Saw. kecuali anaknya sendiri, Fatimah Az-Zahra. Dialah putri yang membasuh luka Beliau Saw. sepulang perang. Dialah putrid yang menunggu kepulangan ayahnya di pintu gerbang. Dialah putri yang menangis ketika ayahnya dihina oleh pemuka kaum Qhuraisy. Dialah yang memberikan kelembutan perempuan khas ibu kepada ayahnya. Dialah ibu bagi ayahnya.