Mati adalah sebuah kepastian yang akan dialami oleh setiap yang bernyawa (QS. an Nisa: 78). Tinggallah bagaimana Kita menyikapi kematian itu. Kematian adalah rahasia Tuhan, disamping jodoh dan rezeki. Kita datang dari sisi Tuhan dalam keadaan suci, sudah seharusnya kita kembali ke hadirat-Nya dalam keadaan suci pula. Ibn Qayyim Al-Jauziyah dalam Madarij Al-salikin memaparkan proses at-tamhis (proses pembersihan) dalam tiga tahap. Di dunia, di alam barzakh dan terakhir di alam akhirat. Inilah indikator, betapa besar kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya, hingga-hingga disucikannya kita sebanyak tiga kali. Garis besarnya ada dua:
I. Sebelum
Kematian
Dalam
Perspektif Sufi, kematian terbagi atas dua. Kematian yang pertama adalah
kematian alami. Yaitu kematian yang semua manusia mengalaminya. Sedang kematian
yang kedua adalah kematian irady.
Kematian yang belum tentu semua manusia mengalaminya. Mematikan ego, atau
lebih sederhananya: perbaikan akhlak. Seperti sabda Rasul Saw. : “ Mutu
qabla antamutu “, Matilah kamu sebelum Mati. Jadi, sebelum kematian jasadi,
Kita harus membunuh ego kebinatangan Kita. Sebagai ganti perbaikan amal. Untuk
apa? Karena amal perbuatan Kita di dunia sekarang akan berpengaruh pada
dunia selanjutnya. Untuk menyadari
perilaku, Kita harus memahami tujuan dan konsekuensi perilaku tersebut.
Jawabannya ada pada;
II.
Setelah Kematian
1)
Ajal, adalah masa berakhirnya sesuatu. (QS. Al-an’am: 2).
Setiap makhluk mempunyai ajal masing-masing. Begitupun manusia. Saat kita mati
nanti, itu berarti ajal kita di dunia ini sudah berakhir. Otomatis, status Kita
sebagai mukallaf (hamba yang berkewajiban mematuhi perintah dan menjauhi
larangan Tuhan) juga berakhir.
2)
Alam Barzakh, adalah dinding pemisah antara kehidupan dunia dan
akhirat yang menghalangi siapapun yang mati kembali ke dunia atau menuju ke
kehidupan kekal di akhirat. Tentunya, alam barzakh lebih luas dari alam dunia.
Karena alam barzakh adalah alam gaib yang non materi. Tidak terikat ruang dan
waktu. Sementara alam dunia bersifat materi dan fisik (QS. Ghafir:46).
3)
Peniupan sangkakala, dilakukan sebanyak dua kali. Peniupan pertama
sebagai tanda kiamat dan kematian seluruh makhluk. Dan peneniupan yang kedua
menandakan kebangkitan kembali seluruh makhluk untuk dikumpulkan di padang
mahsyar (QS. az-Zumar: 68).
4)
Sepintas, hari kiamat menjadi titik akhir kehancuran total alam semesta.
Padahal, hal tersebut adalah proses penyempurnaan sistem itu sendiri. Dengan
kehancuran tersebut, segala sesuatu dapat mencapai tujuan penciptaanya. Hakikat
kehidupan dunia akan terungkap jelas pada hari kiamat nanti (QS, Qaf: 22).
5) Sirath, adalah jembatan yang lebih tipis dari rambut dan lebih
tajam dari pedang yang berada diatas neraka. Sirath ini harus dilewati oleh
semua makhluk, beriman apalagi durhaka. Jembatan ini dikendali oleh seratus
ribu malaikat yang kasar lagi keras (QS. Al-Fajr: 23).
6)
Timbangan amal. Tuhan menimbang amal-amal manusia di hari kemudian
dengan parameter kebenaran, dan beratnya ditentukan oleh parameter kebenaran
tersebut (QS. Al-A’raf: 8-9). Tuhan tidak akan menimbang amal perbuatan yang
sia-sia (QS. al-kahfi: 105). Analogi sederhananya seperti ini, penguji
tidak akan memeriksa kertas ujian dimana seseorang yang diuji tersebut
kedapatan menyontek atau menerima kunci jawaban. Jawaban salah masih dihitung.
Jawaban hasil contek, siakan waktu bila dihitung. Sudah pasti kecurangan atau
keburukannya.
7)
Buku catatan amal bagi manusia bagaikan kalung. Kalung pada hewan
piaraan misalnya. Kalung pada leher hewan tersebut menjadi identitas yang
melekat dan selalu beserta dengan si hewan. Kalung dan catatan amal
adalah sama, sebagai penunjuk yang terus melekat (QS. al-Isra’: 13). Catatan
amal manusia dicatat oleh malaikat. Dan kelak di hari kemudian malaikat
mencocokkan buku catatan amal yang ia catat dengan kitab induk Lauh Mahfuzh
yang berisi segala kejadian dan pengetahuan. Catatan malaikat tersebut
lebih tepat jika menggunakan kata menyalin, bukan mencatat, terlebih menulis.
Karena semua telah tertulis di kitab induk. Malaikat hanya menyalin dan kelak
mencocokannya di hari kemudian (QS. al-jatsiyah: 29).
8) Kita semua sepakat, satu saksi bukan saksi. Dengan kata lain validitasnya
kurang kuat di mata hukum. Itu hukum dunia. Inilah Para Saksi di hari kiamat
:
a)
Rasulullah
Saw dan Para Imam as. (QS. at_Taubah:105)
b)
Para
Malaikat pencatat amal. (QS. Qaf: 16-17)
c)
Anggota
tubuh manusia (QS. Yasin:65)
d)
Waktu
dan tempat (QS. Luqman: 15-16)
e)
Al-Qur’an,
amal perbuatan dan ibadah manusia
9) Syafaat di dunia mensyaratkan nilai tawar bagi pemberi syafaat
(terkesan pragmatis). Sedangkan syafaat di akhirat, lepas dari segala bentuk
kemunafikan dan kecurangan. Syafaat artinya genap atau mengenapkan. Syafaat
diberikan kepada pendosa yang diridhoi (QS. Thaha: 109-110). Bagaimana agar
kita diridhoi ? Tanda-tanda manusia yang diridhoi adalah ia bahagia bila
melakukan kebenaran dan kebaikan. Pun ia menyesal bila melakukan dosa dan
kesalahan. Perbanyaklah istighfar ! Pemberi syafat adalah : para
Nabi dan para Wali, para malaikat yang beristighfar, Orang mukmin dan para
saksi atas amal manusia, amal salih, Al-Qur'an, amanat dan pertalian rahim.
10) Surga adalah hadiah atau bentuk apresiasi dari Tuhan teruntuk
makhluk-Nya yang taat (QS. az-Zumar: 73-74). Surga adalah hadiah terindah
sekaligus terendah. Pecinta sejati berharap jumpa dengan Kekasih, bukan sekadar
hadiah. Seperti perkataan Imam Al-Ghazali, bahwa kenikmtan yang paling besar
bukanlah tinggal di surga, tapi kesempatan memandang wajah Tuhan.
11) Apresiasi untuk makhluk yang berprestasi adalah surga. Sedang makhluk yang
menolak kebenaran akan diganjar dengan hukuman berupa neraka yang bahan
bakar dan isinya kebanyakan jin, batu dan manusia. Itulah seburuk-buruk tempat
kediaman (QS. Ibrahim: 28-29).
12)
Al-a’raf adalah tempat tertinggi yang ditinggali oleh hamba-hamba yang
mukhlis. Mereka tidak terguncang oleh dahsyatnya gelegar kiamat, tidak terkejut
dengan nyaring tiupan sangkakala (QS. an-Naml: 87-90), bahkan amalan mereka tak
perlu ditimbang. Ibarat pelajar yang bebas tes masuk ke perguruan tinggi.
Tempat hamba tersebut di a’raf (tempat yang tinggi) sebagai pagar pembatas antara
surga dan neraka (QS. al-A’raf: 46-49).
Solusinya
adalah Amal Baik
Setelah mati, amal perbuatan Kita akan
menjelma menjadi sesosok makhluk. Baik-buruknya makhluk tersebut tergantung
dengan amal perbuatan Kita saat masih hidup di dunia. Manifestasi amal tersebut
dinamai tajassum amal. Penjelmaan amal, terbagi atas tiga; Pertama,
amal buruk seperti membunuh, menganianya, dan sejenisnya akan
berwujud binatang buas. Kedua, amal baik akan menjadi makhluk indah, putih dan
bercahaya. Ketiga, amal yang akan menjadi konsekuensi langsung yang terjadi di
dunia sekarang. Karena alam semesta ini adalah satu kesatuan. Jika kita
menabang pohon, membuang sampah di sembarang tempat maka tunggulah hingga
bencana banjir, pemanasan global, dan lain sebagainya akan menyapa. Sebaliknya,
jika amal kita baik seperti menanam pohon, membersihkan lingkungan maka kita
akan mendapatkan udara segara dan kehidupan yang sehat. Tuhan bertanya kepada
kita semua : Kalian ini hendak kemana ? Where are you going ? (QS.
at-Tahrir: 26). Dijawab dengan indah oleh Nabi Ibrahin as. “ Inni dzahibun
ila rabbi sayahdin “ Aku menuju Tuhanku, pastilah Ia memberi petunjuk
kepadaku.
Selamat menuju kematian hakiki!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar