Tuhan adalah Segalanya
Kuasa Tuhan ada di mana-mana. Ia
tidak dikatakan dalam bilangan. Ia yang “diharuskan” adanya, berbeda
dengan makhluk yang hanya “dimungkinkan” adanya. Alam merupakan ciptaan
Tuhan pula. Manusia mana yang dapat membuat alam secara terstruktur dan
bermanfaat untuk semua makhluk? Manusia mana yang bisa mengatur alam
semesta diluar bumi padahal kita ketahui ada unsur berbahaya yang dapat
berdampak pada bumi? Apapun yang ada di bumi dan langit semua bergantung
kepada Tuhan. Seperti yang dikatakan Dostoyevski; jika tidak ada Tuhan,
maka segalanya akan menjadi tidak mungkin.
Memahami Tuhan melalui Akal
Al
kindi atau Ibnu Khaldun seorang bapak sosiologi mengatakan bahwa alam
hanya aksiden-aksiden dan bersifat sementara maka harus diciptakan
secara terus menerus oleh Tuhan. Al
Kindi kemudian menyimpulkan, jika alam semesta diciptakan, maka harus
ada pencipta. Lainnya halnya dengan pandangan Ibnu Sina yang menyatakan
bahwa karena sesuatu yang mungkin ada (makhluk) tidak bisa ada dengan
sendirinya. Maka, harus ada
suatu wujud yang mandiri yang ada karena diri sendiri (Tuhan) dan
memberikan keberadaan kepada sesuatu yang mungin ada (makhluk).
Sementara Ibnu Rusyd menyatakan bahwa dengan mengamati alam semesta,
akal kita akal menyimpulkan bahwa alam semesta adalah sebuah dari
seorang perancang (Tuhan). Kesamaan dari 3 pandangan filsuf muslim
tersebut adalah kesepakatan pemikiran meraka yang menyatakan bahwa untuk
memahami eksistensi Tuhan dibutuhkan prinsip akal, salah satunya prinsip kausalitas.
Memahami Tuhan melalui Alam Semesta
Positivisme sekuler beranggapan bahwa alam semesta merupakan tempat terakhir & tidak ada sesuatupun diluarnya atau setelahnya. Dalam positivisme, objek
penelitian haruslah yang bisa diindrai. Karena Tuhan tak dapat
diinderai, maka Tuhan tidak dapat diteliti, tidak dapat diamati dan
otomatis tidak memiliki keberadaan. Ini jelas bertentangan dengan Spiritualisme panteistik yang
beranggapan bahwa alam semesta merupakan cermin Tuhan yang tidak
sempurna. Mereka menyamakan alam dengan Tuhan. Sementara para sufi yang
mempelajari tasawuf dengan
jelas menegaskan bahwa alam bukanlah Tuhan, melainkan ia adalah salah
satu ciptaan, kebesaran, dan kekuasaan Tuhan.
Metode Kajian Filsafat
Metode
Hermeneutik adalah metode yang digunakan agar kita sebagai pembaca
mengerti maksud dari naskah/buku yang kita baca. Terkadang kita tidak
mengerti jalan cerita yang ditulis oleh penulis karena perbedaan zaman
atau cara pandang. Untuk mengatasi permasalahan seperti ini, pemikiran
kita harus keluar dari zaman modern menuju zaman klasik. Maksudnya kita
memosisikan diri sezaman dengan penulis. Dalam memahami pemikiran
penulis kita membutuhkan dua cara; Pertama, bagaimana proses pemikirannya dan yang kedua
adalah bagaimana hasil dari kesimpulan pemikirannya. Perkembangan
kurikulum terutama filsafat islam juga sangat berguna yaitu agar tidak
terjadinya kekeliruan. Namun, hanya beberapa filosof islam saja yang
dikenal. Setelah membaca sebuah naskah tentu kita menganalisis hasil
bacaan kita. Dalam menganalisis kita dapat membagi menjadi analisis
deskriptif dan analisis kritis. Analisis deskriptif meniscayakan tidak
adanya pandangan penulis sendiri bahkan hanya sebagai penyambung lidah
dari tokoh apa yang ia tulis. Berbeda dengan analisis kritis dimana ia
mengkritik tokoh yang ia tulis di akhir naskah, bahkan terkadang menolak
pendapat para tokoh yang ia tulis sendiri.
Perkembangan Filsafat Islam
Ilmuwan
barat yang meninggalkan epistemologi metafisik semakin “menjauhkan”
kita dari hal-hal yang sifatnya metafisik seperti Tuhan. Maka dari itu,
ilmuwan muslim dituntut untuk menggabungkan antara pengetahuan metafisik
dan epistemologi yang tentu saja sangat jauh berbeda dalam pemikiran
barat. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak bagaimana usaha Ibnu
Khaldun yang merupakan sosiolog dan filsuf serta Murtadha Muthahhari
yang merupakan filsuf Islam kontemporer.
1) Sosiologi Ibnu Khaldun
Ibn
Khaldun merupakan seseorang dari kelas menengah dan lahir di Tunis. Ia
merupakan bapak sosiologi diakui baik oleh islam maupun barat. Saat
masih kecil orang tua beserta guru-gurunya meninggal karena wabah. Ia
memasuki dunia pemerintahan dan menderita berkepanjangan. Kemudian
menarik diri dan tinggal di sebuah desa. Disinilah ia memulai dan
menulis sejarah hidupnya. Kemudian ia menjadi profesor di Mesir dan
meninggal di sana. Latar belakang pendidikannya tidak hanya kuat dalam
pendidikan agama, melainkan logika, fisika, matematika, metafisika dan
lainnya. Ia sangat kritis menanggapi para pendapat filosof dan ilmuwan
sebelumnya namun dengan metodologi filosofis. Dalam
kajian Ibn Khaldun ia menyampaikan “apa yang ada”, bukan “apa yang
seharusnya”. Teori sosiologis yang dianut Ibn Khaldun adalah dengan
metode demonstratif yang dibagi dalam empat macam sebab. Yaitu
sebab-material, formal, efisien, dan final.
2) Filsafat Muthahhari
Muthahhari banyak belajar kepada Ayatullah Khomeini. Ia juga menghasilkan banyak buku sebelum sepeninggalannya dalam revolusi
Islam Iran. Dalam filsafat dan peran ideologinya pada awalnya ia
cenderung ke marxisme yang ala kebarat-baratan. Di sisi lain, ia
bertentangan pula dengan marxisme. Muthahhari berpandangan bahwa wujud
manusia dan alam tidak tetap dan dapat hancur dan sangat bergantung pada
satu wujud yang kekal. Pandangannya terhadap alam semesta adalah
terdiri dari gabungan antara dunia nyata dan dunia gaib. Pada dunia
nyata dalam tataran fisik bersifat terbatas, sedangkan dalam pandangan
dunia gaib tidak terbatas. Manusia menurutnya adalah evolusi terakhir
dan memiliki derajat lebih tinggi daripada binatang.
Masa Depan Filsafat Islam
Dalam
dinamika kehidupan tentu saja kita akan berkembang secara terus
menerus. Baik itu diri sendiri, maupun lembaga masyarakat dan Negara.
Kita dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman, namun tentu saja
dengan pandangan islam. Metafisika adalah upaya mengeksplorasi dunia non
indrawi. Dimana umat Islam percaya pada hal gaib. Namun, penyampaiannya
tidak dengan cara yang sudah-sudah melainkan melalui nalar yang masuk
akal. Hal ini menyangkut eksistensi Tuhan salah yang bertentangan dengan
beberapa ilmuwan barat yang mengatakan alam ini terjadi secara alamiah
tanpa campur tangan Tuhan. Diharapkan bagi para filosof muslim
selanjutnya dapat memaparkan paham religius dengan argumen-argumen masuk
akal yang menjawab tantangan zaman.
Pusat
pemikiran islam dan filsafatnya memiliki makna ganda, pertama adalah
untuk menjawab tantangan filosof barat yang tidak mempercayai hal-hal
bersifat non materi. Dan yang kedua adalah untuk mengantisipasi
kebutuhan informasi tentang islam di masa depan. Sumber dan metode ilmu
adalah mengenai bagaimana cara kita untuk memperoleh ilmu tersebut. Yaitu
dengan espistemologi (akal, indra, khayal dan hati). Masa depan islam
bertumpu pada filsuf muslim. Masa depan filsuf muslim bertumpu pada
etika, akal, dan ilmu, yang merupakan perpaduan sempurna. Takkan ada
gunanya seseorang berilmu apabila etikanya buruk. Begitupun sebaliknya,
hanya sia-sia belaka.
Selamat berfilsafat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar