Simposium
Plato mengisahkan bahwa dahulu kala manusia merupakan makhluk kombinasi antara
pria dan wanita yang bernama manusia Androgini. Saking utuh dan kuatnya, nenek
moyang Kita tersebut berani melawan para dewa. Keangkuhan manusia membuat para
dewa geram dan berniat memusnahkannya. Pertanyaannya kemudian, jika dewa
membunuh manusia, siapa lagi yang akan memuja dan mempersembahkan baginya
korban? Ganti rencana, Zeus hendak membelah dua manusia dengan meminta bantuan
kepada Apollo untuk membuat lukanya tak terlihat. Manusia Androgini yang telah
terbelah, dipisahkan dalam dua arah yang berbeda. Hingga, manusia sibuk untuk
mencari belahan jiwanya yang lain. Jika telah menyatu dengan belahan jiwanya
tersebut, mereka akan utuh kembali
Sama
seperti kisah Plato diatas, Kita adalah pribadi yang terbelah dan sedang usaha
untuk menemukan kembali dan terhubung dengan belahan jiwa yang lain. Sebuah
pertanyaan dari Sigmun Freud berbunyi; Apa yang diinginkan pria pada wanita?
Dan sebaliknya, apa yang diinginkan wanita pada pria? Jawabannya sama dan satu,
“ hubungan yang harmonis “. Antara manusia yang satu dengan manusia yang
lainnya membutuhkan keterhubungan. Kita terlahir dari Hubungan, terluka oleh Hubungan
dan dapat disembuhkan oleh Hubungan. Yang membuat hubungan renggang dan enggan
adalah Kita jua. Hubungan jadi tidak seimbang ketika salah satu dari pasangan
memaksakan kehendaknya. Pasangan Anda adalah manusia yang berdiri bebas, bukan
perpanjangan diri Anda, fotocopy atau bayangan Anda. Kita harus saling memahami
dan saling berempati.
Secara
etimologi, empati berasal dari bahasa Jerman : EinfuhLung, yang berarti
merasa satu dengan seseorang. Menyatu tapi tak bersatu. Berbeda tapi saling
melengkapi. Seperti siang dan malam yang tak mungkin bersatu. Namun mereka
menyatu dan saling melengkapi satu sama lain. Bayangkan, jika bumi diliputi
gelap melulu karena ketidakhadiran siang. Atau bumi yang terlampau gerah,
karena malam yang enggan tiba. Perasaan “saling” sangatlah dibutuhkan dalam
sebuah hubungan. Dalam bahasa Martin Buber, Setiap manusia membutuhkan
"Kamu" untuk benar-benar memahami "Aku". Kita mencari
“Kamu” yang ada dalam pahaman ideal Kita masing-masing. Dr. Harville Hendrix,
penulis buku ini, menyebutnya sebagai konsep
imago.
Konsep Imago; Tentang Apa yang Anda Cari
Seseorang
(lawan jenis) yang ada dalam pahaman ideal Anda disebut imago. Setiap manusia
mengkonsepsi pasangan ideal mereka masing-masing. Jika bertemu atau melihat
lawan jenisnya, alarm imago akan berbunyi pertanda masuk atau lulus kriteria. Konsep
imago atau teori standarisasi ini penting untuk membantu Anda menemukan
pasangan seperti apa yang Anda cari. Bagaimana bisa kita menemukan sesuatu ,
sementara kita tak tahu apa sesuatu yang kita cari tersebut? Tentukan dulu
standarisasi sebelum menyukai seseorang. Hal itu diperlukan demi memastikan
bahwa yang Anda temukan adalah memang yang Anda cari. Anda tidak bisa
menyalahkan siapa-siapa lagi atas pasangan yang Anda temukan. Karena
standarisasinya Anda tentukan sendiri. Standarisasi tersebut berisikan apa yang
harus ada dan apa yang tidak boleh ada pada pasangan Anda. Apa yang anda sukai
dan tidak sukai. Itulah konsep imago!
Kabar
buruknya, kita berlomba-lomba mencari pasangan yang ideal, yang membuat nilai
sosial Kita terangkat. Tanpa pernah menyadari, apakah Kita sudah ideal? Kita
mencari sosok seanggun bunda fatima, padahal Kita tak semulia Sayyidina Ali.
Fatima hanya pantas untuk Ali, dan Ali hanya pantas untuk Fatima. Itu rumusnya.
Kenali diri Anda, cari tahu pasangan yang Anda butuhkan dan temukan tempat
dimana Anda dapat berjumpa dengannya. Cinta dapat tumbuh dari intesitas
perjumpaan. Orangtua dulu yang dijodohkan misalnya. Awalnya mereka tak terlalu
cinta, tapi karena intensitas perjumpaan, mereka saling mencintai sampai
beranak-pinak. Intensitas selalu diabaikan oleh manusia modern. Ianya berasumsi
bahwa kualitas lebih utama ketimbang kuantitas. Inilah salah satu penyebab
perceraian yang menyungai pada manusia modern. Erich Fromm berkata, manusia
modern itu sakit. Terlalu ingin dicintai, dengan sedikit saja mencintai.
Padahal, dengan mencintai, Anda baru pantas dicintai.
Teori Kepantasan; Apa yang
Anda Beri, Itu yang Anda Dapat.
Sebelum
benar-benar memastikan siapa belahan jiwa Anda, luangkan waktu untuk mencari
bantuan profesional. Di barat, mereka mendatangi para psikiater. Penasehat agama,
orangtua, saudara, guru atau sahabat mungkin juga dapat membantu Anda. Salah satu penyebab jomblo adalah
ketidak-sesuaian antara penawaran (kepribadian) dan permintaan pasar (kemauan
lawan jenis). Penawaran harus berbanding lurus dengan permintaan. Begitu kata
teori ekonomi. Jika nilai Anda hanya 6, hanya dua hal yang mungkin Anda lakukan;
naikkan nilai atau kualitas diri menjadi 8 agar mendapatkan pasangan dengan
kualitas sama atau menurunkan keinginan dengan mencari pasangan yang memiiki
kualitas 6 ke bawah.
Apa
yang anda beri, itu yang kita dapat. Pantaskan diri untuk mendapatkan apa yang
sesuatu yang kita dambakan. Luaskan wawasan dengan membaca buku dan luaskan
pergaulan dengan mengikuti les atau bergabung dengan komunitas tertentu. Cinta
bukanlah sesuatu yang ajaib yang jatuh begitu saja dari langit. Keajaiban cinta
terletak pada semangatnya yang membawa kita untuk terus berkembang, maju dan
menyempurna. Seperti perkataan James Allen; Barang siapa yang mencari pasti
menemukan, barang siapa yang mengetuk pasti dibukakan. Carilah dan ketuklah pintu
hatinya, semoga dibukakan!
Semoga
kita menemukan pasangan sejati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar