Apakah
kebahagiaan itu? Apakah kekayaan, kesuksesan, keindahan fisik berbanding lurus
dengan kebahagiaan? Mari kita elaborasi satu-persatu;
Apakah
Kekayaan Menjamin Kebahagiaan?
Penelitian
Ed Diener, Psikolog dari University of Illinois, menginformasikan kepada kita
bahwa dari 100 orang terkaya yang dicatat Forbes hanya sedikit yang mengatakan
bahwa mereka bahagia dari rata-rata orang pada umumnya. Sebagian besar
mengatakan uang telah membuatnya menderita. Tidak sedikit cerita tentang
seorang jutawan yang mewariskan hartanya justru pada orang yang tak dikenalnya.
Ini membuktikan bahwa kekayaan justru membuatnya hilang kepercayaan bahkan pada
orang-orang terdekatnya. Semua orang dilihatnya hanya ingin berteman karena
harta yang ia miliki. Tidak ada ketulusan.
Kenaikan pendapatan (uang)
membawa serta kenaikan ekspektasi atau keinginan-keinginan baru. Dapat motor,
ingin mobil. Dapat mobil, ingin pesawat. Begitu seterusnya. Uang hanyalah alat
mencapai tujuan kebahagiaan. Uang bukanlah solution of the problem. Uang
bisa saja menjadi part of the problem. Kekayaan tidak dengan sendirinya
mendatangkan kebahagiaan, sebagaimana kemiskinan tidak dengan sendirinya
mendatangkan penderitaan. Jika kekayaan tidak serta-merta mendatangkan
kebahagiaan,
Apakah
Kesuksesan Menjamin Kebahagiaan?
Sukses
adalah mencapai sesuatu yang kita inginkan. Kenyataannya, kita mengorbankan
hal-hal yang sebenarnya substansial dalam kehidupan seperti kasih sayang,
persahabatan, keimanan hanya untuk mengejar dan mempertahankan kesuksesan. Apakah
sukses menjamin kebahagiaan? Ternyata tidak! Begitu banyak orang yang diakui
kesuksesannya, tapi ternyata tidak bahagia. Malahan berujung pada bunuh diri
atau narkoba. Hidup bukanlah roda berputar yang mengharuskan ada yang dibawah
dan ada yang diatas. Hidup seperti mendaki puncak gunung. Kita bisa sama-sama
diatas menikmati indahnya pemandangan. Tapi jika kita lalai, kita bisa jatuh.
Apakah untuk bahagia kita harus menderita dahulu di dunia. Seperti bunyi
pepatah : “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian“. Tidak juga! Orang
yang sedang menikmati kesenangan belum tentu bahagia. Bahagia mempunyai
pengaruh yang lebih lama dan berkaitan dengan kejiwaan/ruhaniah. Sedangkan
senang hanya bersifat sementara dan berkaitan dengan jasmani/tubuh. Bahagia itu
dari dalam ke luar, sementara senang dari luar ke dalam. Jika kita hanya
mengejar kesenangan duniawi, kita tidak akan pernah mencapai rasa puas, yang
ada malah bosan. Karena ukuran kepuasaan makin lama, makin naik. Jika bukan
kurang puas, kita lalu bosan. Ketika kita mengejar kesenangan jasmani, kita
terus-menerus menerima rangsangan indrawi. Lama-kelamaan rangsangan itu tidak
lagi menimbulkan perasaan apapun.
Tujuan Hidup adalah Kebahagiaan!
Socrates
berkata : Kebahagiaan adalah puncak dari tujuan terakhir, atau summum bonum.
Metodenya seperti ini; mengapa anda kuliah? Karena ingin mendapat
pekerjaan. Mengapa anda ingin mendapat pekerjaan? Agar dapat menafkahi
keluarga. Mengapa anda ingin menafkahi keluarga? Karena ingin mencintai dan
dicintai. Mengapa Anda ingin dicintai dan mencintai? Karena ingin dicintai
Tuhan. Mengapa Anda ingin dicintai Tuhan? karena ingin bahagia. Mengapa Anda
ingin bahagia? karena ingin bahagia. Jadi, puncak dari tujuan terakhirnya
adalah ingin dicintai Tuhan. Puncak kebahagiaan tertingginya adalah ketika ia
dicintai Tuhan. Kecerdasan, kesehatan, kekayaan, cinta keluarga dan sahabat
hanyalah anak tangga menuju kebahagiaan hakiki.
Kebahagiaan
dalam Perspektif
Ujian
itu pasti, penderitaan hanyalah perspektif kita dalam memandang sesuatu. Ada
orang yang mendapat ujian seperti kehilangan kedua kaki, tapi tidak
memandangnya sebagai suatu penderitaan. Malahan ia bersyukur masih dapat hidup dan
tersenyum. Sebaliknya, anugerah itu pasti, kebahagiaan adalah perspektif kita
dalam memandang sesuatu. Ada orang yang diberi anugerah mendapat hadiah kipas
angin, tapi ia menderita karena tetangganya mendapatkan AC. Jadi, ujian dan
anugerah itu pasti ada dan berasal dari sesuatu yang ada diluar kemampuan kita
(faktor eksternal). Sementara penderitaan dan kebahagian adalah perspektif kita
memandang sesuatu yang terjadi pada kita (faktor internal).
Dalam
ajaran budha diajarkan untuk mengikis penderitaan dengan mengurangi keinginan,
hasrat atau hawa nafsu untuk mengejar nirvana. Dan meditasi dapat membantunya.
Sementara agama yahudi mengajarkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan tidak
melulu harus menghilangkan keinginan. Cukup mematuhi 10 larangan Tuhan
dan taurat. Agama nasrani mengajarkan belas kasih pada para penganutnya. Karena
penjahat terjahat sekalipun ingin diperlakukan baik. Maka berbuat baiklah
kepada semua orang.
Sementara
dalam agama islam kita diwajibkan saling memperingati akan pentingnya meraih
kebahagian minimal 10 kali dalam sehari. Perihal tersebut, ada dalam lafazh
adzan dan iqamah, Hayya ‘alal falah (marilah meraih kebahagiaan). Dalam
Al-Qur’an Tuhan berfirman; “Katakanlah, tidak sama keburukan dan kebaikan,
walaupun banyaknya keburukan memesona kamu. Bertakwalah kamu kepada Allah,
supaya kamu berbahagia.“ (QS. 5:100). Nabi Muhammad SAW. besabda; “Barang siapa
membahagiakan seorang mukmin, ia telah membahagiakan aku. Barang siapa
membahagiakan aku, ia telah membahagiakan Allah Swt“.
Agar
Kita Berbahagia
Siapa
yang tidak ingin kehidupannya bahagia? Itulah tujuan hidup. Di dunia, pun di
akhirat kelak. Inilah alasan mengapa banyak manusia menghabiskan uang, tenaga
dan waktunya untuk pergi ke psikiater, seminar, liburan, berinteraksi,
berorganisasi, ke tempat ibadah atau untuk sekedar curhat. Sekali lagi kebahagiaan
adalah kumpulan perspektif. Kumpulan persfektif itu yang membentuk sikap dan
mengeras menjadi karakter. Izinkan saya menutup tulisan ini dengan meminta Anda
untuk memejamkan mata Anda barang sebentar dan bayangkan orang-orang terkasih
dalam hidup Anda yang mungkin saja selama ini telah Anda abaikan. Bayangkalah
mereka dengan penuh kasih.
Semoga kita berbahagia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar