Rabu, 22 Januari 2014

Kemudian Kutemukan Hidayah



Baru saja saya selesai membaca buku yang berjudul Kemudian Kutemukan Hidayah yang membahas tentang kisah perjalanan spiritual Dr. Muhammad Tijani selaku penulis buku itu sendiri. Pengalaman spiritual setiap manusia tentu berbeda-beda. Apalagi berbicara keyakinan individu, pasti sangat partikulir dan rentan akan nuansa subyektif. Diperlukan kesadaran universal dan obyektivitas akal untuk dapat memahami. Sekalipun, memahami belum tentu membenarkan. Kita mulai kisahnya;

Seperti yang kita ketahui, bahwa Mazhab satu ini  sebagaimana Mazhab Sunni sudah masuk ke Nusantara sejak lama. Namun, mazhab ini masih  minoritas dan beberapa pendapat memandangnya sesat. Bahkan ada yang mengecap bahwa syiah bukan mazhab, melainkan agama tersendiri yang bukan termasuk Islam. Buku ini memuat kumpulan mengenai fakta-fakta seputar syiah dan isu-isu yang menjatuhkan Syiah sendiri. Muhammad Tijani adalah ulama Tunisia. Seorang muslim Ahlu Sunnah wal Jamaah bermazhab Maliki sebagaimana yang diajarkan oleh Imam Malik bin Anas.

Mesir; Awal Mula Pergolakan
Dalam perjalanannya beberapa hari di Mesir, beliau menjadi wakil yang paling muda untuk mempelajari tentang Sejarah Islam di Mesir dan Arab. Orang-orang Mesir mengagumi beliau karena menghafal Al-Quran, hadis, dan argumentasinya yang kuat hingga diberi kesempatan untuk bertemu ulama besar lainnya. Beliau diperlihatkan pula peninggalan Rasulullah SAW di Mesir.
Pada saat itu Tijani bertemu dengan seseorang dari Irak yang ingin melanjutkan gelar doktornya.  Tijani banyak membicarakan sejarah tentang Islam, Arab, dan kekalahan Mesir. Tijani terkejut karena cendekiawan asal Irak ini mengaku sebagai Syiah. Spontan, Tijani langsung berargumen bahwa kaum Syiah penyembah Ali bin Abi Thalib dan tidak termasuk kaum muslimin. Cendekiawan itu hanya tersenyum dan mengatakan darimana berasal propaganda semacam itu.  Saat itu pula cendekiawan mengajak penulis ke Irak untuk mengajak beliau dan memberitahu Tijani secara langsung bagaimana Syiah yang sebenarnya.

Irak; Shalawat yang Terputus
Pelajaran pertama yang penulis dapatkan dari keluarga temannya ini adalah ketika penulis berkunjung dianggap seperti keluarganya sendiri. Di Irak, Tijani diajak berziarah ke Makam Imam Musa Kazhim. Tijani merasa heran karena tidak mengenalnya. Cendikiawan tersebut lebih heran lagi, mengapa penulis tidak mengetahui Imam Musa Kazhim. Ia hanya mengatakan “Subhanallah, kalian saudara-saudara kami dari mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah telah meninggalkan isi dan berpegang hanya pada kulit”.
Lucu saja,  mengapa seseorang membenci terhadap sesuatu tanpa mengenalnya terlebih dahulu. Tijani tidak mempercayai semua ini karena dia melihat sendiri bagaimana orang Syiah memperlakukannya dan melihat dengan kepalanya sendiri sesuatu yang berbeda dari yang mereka katakan.  Cendikiawan tadi hanya menyarankan untuk banyak membaca dan mengkaji lagi serta membandingkan dengan mazhab lainnya. Cendikiawan itu kemudian memberikan rujukan buku dengan perbandingan semua mazhab. Penulispun mendapat pengetahuan baru dan tergugah hatinya bahwa shalawat yang diajarkan oleh Syiah tidak hanya untuk nabi tetapi beserta keluarganya. Sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah bagaimana cara menyampaikan shalawat kepada Nabi. Nabi hanya berkata jangan sampai mengirimkan shalawat kepadaku dengan shalawat yang terputus. Yang dimaksud disini adalah shalawat yang hanya ditujukan pada Nabi, tanpa menyebut keluarga Nabi.

Najaf; Perjumpaan dengan Ulama Sayyid Muhammad Baqir Sadr
Najaf adalah tempat dimana pintu kota ilmu yaitu Ali dikuburkan. Di kota ini pula, Tijani bertemu dengan ulama. Tijani mengajukan pertanyaan dan pandangannya bahwa orang Syiah lebih sesat dibandingkan orang Yahudi dan Nasrani. Syiah menyembah Ali dan mengkultuskannya. Mereka menyembah Allah namun memposisikan Ali sama dengan Muhammad bahkan Syiah percaya bahwa Jibril berkhianat saat menyampaikan amanat Allah. Ulama tersebut hanya menunduk dan mengangkat kepala sembari berkata “ kami bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan bahwasannya Muhammad adalah utusan-Nya dan Ali hanyalah hamba-Nya.” Ulama itu kembali menjelaskan lagi bahwa Al-Quran di sisi kaum Syiah sama dengan Al-Quran di sisi kaum Sunni. Dalam Al-Qu’ran pula dikatakan Muhammad adalah Rasulullah. Lantas dimana Ali? Darimana datangnya tuduhan semacam itu? Dan mengenai pengkhianatan oleh Jibril, bagaimana mungkin usia Muhammad saat itu 40 tahun sementara Ali  sekitar 6 atau 7 tahun. Bagaimana mungkin jibril tidak bisa membedakan Muhammad yang dewasa dan Ali yang masih kecil?
Tuduhan seperti itu hanya datang dari orang-orang yang ingin memecah belah Islam.  Kaum muslim bersaudara baik Syiah maupun Sunni. Kemudian Tijani bertemu  dengan Sayyid Muhammad Baqir Sadr. Beliau adalah salah seorang marja’ (otoritas hukum) Syiah yang terkenal di Irak dan mancanegara. Tijani mulai mempercayai Syiah bahwa mereka menyembah Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Dalam pengantar buku merekapun selalu ada Allah dan menyanjung Muhammad. Apabila terdengar nama Muhammad disebut mereka meneriakkan suara dengan keras sambil bershalawat “allahumma shali ala Muhammad wa ali Muhammad”. 

Arab Saudi; Awal Kajian

Sesampainya di Arab,  Tijani menerima paket buku dari Mesir. Mereka (Syiah) tidak mengingkari janjinya untuk mengirim rujukan seputar Syiah bahkan tambahan-tambahan lainnya. Pada saat itu pulalah awal kajian. Tijani membaca buku al-Aqaid al-Imamiyah (akidah Syiah imamah) dan Aslu al Syi’ah wa Ushuluha yang dimana penulis mendapat pemikiran dan merasa tenang mengenai akidah Syiah. Tijani juga membaca buku al-Muraja’at (dialog sunnah-syiah) dan yang menarik perhatian penulis dimana sikap tegas seorang ulama Syiah dalam menjawab pertanyaan seorang ulama sunni syaikh al-Azhar. Buku yang diberikan sangat menarik karena memberikan pandangan dan dialog terhadap kedua mazhab yang berdasarkan asas islam yaitu al-quran dan sunnah yang sahih dan disepakati. 

Sahabat dalam Berbagai Perspektif
Pandangan sahabat dalam perspektif Syiah terbagi menjadi 3 golongan; Pertama, golongan sahabat baik yang mengenal Allah dan Rasul-Nya. Yang pengetahuannya sempurna yang tetap setia kepada Rasulullah. Kedua, golongan sahabat yang memeluk Islam dan mengikuti Rasulullah karena sesuatu, seperti menginikan sesuatu atau takut pada sesuatu. Ketiga, kelompok munafik yang hanya ingin mencelakakan Rasulullah SAW. Keluarga Nabi atau Ahlul Bayt adalah mereka yang dibersihkan dari segala bentuk dosa, suci sesuci-sucinya dan diwajibkan kaum muslimin untuk mencintai mereka. Dalam pandangan kaum sunni, mereka tetap menghormati Ahlul Baitnya tetapi tidak menerima adanya klasifikasi tentang sahabat seperti sebelumnya. Mereka menggangap sahabat adalah makhluk terbaik setelah wafatnya Rasulullah.
1)     Sahabat dalam perspektif Al-Quran
Dalam Al-Quran memuji sahabat-sahabat yang setia kepada Nabi. Namun dalam hal ini adalah pertikaian yang terjadi oleh kaum muslimin dan terkadang diancam dan dicela oleh Al-Quran. Dan sahabat seperti ini seringkali diperingatkan oleh Rasulullah. Disinilah perbedaan antara Sunnah yang dimana tetap menghargai para sahabat walaupun berbuat salah serta Syiah yang mengkritik serta meragukan keadilan mereka.
2)     Sahabat dalam perspektif Rasulullah
Dalam pandangan Rasulullah, kelak setelah wafatnya beliau akan banyak sahabat yang berpaling darinya dan hanya segelintir saja yang masih mengikuti ajaran nabi. Rasulullah tidak mengkhawatirkan apabila sepeninggalannya mereka menyekutukan Allah tetapi Ihwal Duniawi yaitu mengejar kekayaan dunia semata. Mengumpulkan emas, perak sebanyak-banyaknya dan mudah tergoda oleh kemewahan dan kenikmatan duniawi.


Mukjizat Terbesar Manusia; Kebebasan untuk Memilih
Rasulullah pernah bersabda bahwa “wahai manusia, tekah kutinggalkan pada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang padanya kalian tidak akan terseseat selama-lamanya; Kitab Allah dan Itrah (keturunan) Ahlul Baytku.” Sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah swt dengan kelebihan memiliki akal tentu saja kita akan terus mencari kebenaran untuk dekat kepada diri-Nya. Sebagai manusia yang berakal pula kita tidak hanya menerima hal-hal masuk dalam pikiran kita tanpa ada pembuktian yang jelas. Semoga dalam ringkasan penulisan ini, bisa membawa teman-teman menuju jalan untuk mendekatkan diri Tuhan. Salah satu dosa kemanusiaan terbesar adalah memaksakan pilihan kita pada orang lain. Padahal, Tuhan saja yang paling berhak atas hidup-matinya manusia memberikan kita pilihan bebas. Akal membuat kita bebas memilih dan mempertanggungjawabkan pilihan tersebut. Seperti kata Jean Paul Sartre, manusia dikutuk untuk bebas. Maka manusia yang tidak bebas memilih, bukan termasuk manusia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar