Minggu, 02 Maret 2014

Terampil Mendengarkan

        Hasil penelitian menginformasikan bahwa manusia menggunakan waktunya 40 % untuk mendengar,  35 % untuk berbicara,  16 % untuk membaca dan 9 % untuk menulis. Hasil tersebut adalah indikator betapa pentingnya kemampuan mendengarkan. Hal ini juga berarti keterampilan mendengarkan menopang keterampilan-keterampilan lainnya. Ironisnya, kurikulum pendidikan kita masih abai terhadap keterampilan yang satu ini.  Mendengarkan bukan sekadar mendengar biasa. Mendengarkan adalah memperhatikan secara serius apa yang dikatakan lawan bicara, termasuk anggota tubuh dan jauh dari sikap kepura-puraan. Sedangkan mendengar adalah tertangkapnya sebuah pembicaraan oleh telinga baik disengaja maupun tidak. Biasanya, kita hanya mendengar, tapi tidak mendengarkan. Persis seperti Adagium inggris; You hear me but you don’t listen to me.

Sebagian besar orang tidak berniat serius mendengarkan. Sikap mendengarnya hanyalah reaksi logis dan konsekuensi dari percakapan saja. Akibatnya, yang timbul hanyalah bantahan dan perdebatan belaka. Kesalahan yang sering dilakukan para pendengar adalah buru-buru memvonis apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Seperti menyanggah :  “aku tahu apa yang akan engkau katakan“ , atau biasa juga “Engkau akan mengatakan ini kan?!“. Hal ini menimbulkan kesan tidak baik. Satu-satunya cara memperoleh manfaat terbaik dari perdebatan adalah menghindarinya, kata Dale Carnegie.
Budaya Mendengarkan


Lalu bagaimana dengan keterampilan bangsa kita? Bangsa kita sedang beranjak menuju tahap kedua pendidikan komunikasi, yakni tahap mendengarkan (Listening Society). Baru saja ingin melewati tahap pertama, yaitu watching society. Tentu belum sampai pada tahap ketiga, yaitu Reading society. Bangsa Kita adalah bangsa yang suka mendengar, terlepas dari apakah ia mendengarkan atau hanya mendengar saja. Bangsa Amerika atau Jepang telah sampai pada bangsa yang gemar membaca. Itulah mengapa mereka menjadi bangsa yang maju dan adikuasa. Kaum perempuan lebih banyak ke konseling ketimbang kaum lelaki. Karena mereka ingin didengarkan ceritanya. Pun sama, kenakalan remaja juga disebabkan karena tiadanya teman curhat atau tempat membagi keluh kesahnya.

Bagaimana agama memandang keterampilan mendengarkan? Dalam agama Islam misalnya, Khutbah Jum’at adalah latihan mingguan untuk mendengarkan. Jamaah dilarang menyanggah saat Khatib berceramah. Kecuali seusai ceramah. Telinga yang baik, disebut dengan istilah udzunun wa’iyyah, artinya telinga-telinga yang bisa menyimpan dan memelihara (QS. Al-Haqqah : 12). Dikenal pula telinga yang buruk. Yaitu telinga yang mendengar segala hal kecuali kebenaran. Telinga mereka hanya digunakan untuk mendengar kata-kata buruk, umpatan dan gosip (QS. Al-Anbiya : 45). Yang mendengar adalah akal dan hati, bukanlah telinga. Telinga hanyalah alat luar saja (Aksiden). Kita tidak mampu mendengarkan karena hati yang enggan. Kita hanya diberi satu mulut dan dua daun telinga, agar Kita lebih banyak mendengar ketimbang berbicara.

Lakukan ini agar Anda Terampil Mendengarkan;
   
  1)  Mendengarkan kritikan dan teguran. Karena jika mendengarkan pujian, kita tak perlu          berlatih, kita malah senang mendengarnya.
  2)    Mendengarkan orang yang membicarakan dirinya sendiri. Hal ini memang sulit bagi kita,  tapi ini penting bagi proses latihan mendengarkan. 
  3)    Mendengarkan pembicaraan yang baik dan berilmu, Karena kualitas keilmuan kita, ditentukan oleh apa yang kita dengar. 
  4)  Menangkap Inti pembicaraan dengan cara mencatat poin-poin penting saat mendengarkan. Itulah mengapa pemandu talk show menggunakan metode note taking untuk menangkap inti pembicaraan. Meringkas (resume) bertujuan untuk menyimpan ide-ide pokok pembicaraan dengan rapi dan sistematis agar dilain waktu dapat dipelajari kembali. Jurnal pendidikan psikologi The Vista mengungkapkan bahwa orang yang mencatat memiliki daya ingat yang lebih kuat dan tajam ketimbang orang yang hanya mendengarkan saja tanpa mencatat.  
  5)  Jangan menebak apa yang akan dikatakan pembicara, terlebih jangan menyela pembicaraan.

Lakukan ini agar Anda Didengarkan;

1)      Menjelaskan tujuan pembicaraan,
2)      Aktifkan pandangan mata,
3)      Gunakan kata yang sopan dan mudah dipahami,
4)      Menyebut nama pendengar sebagai contoh dalam pembahasan,
5)      Memulai pembicaraan dengan fakta atau cerita,
6)      Mengulang kembali pernyataan atau pemikiran si pendengar,
7)      Mendorong pendengar untuk berpartisipasi. mengajukan pertanyaan, misalnya,
8)      Menggunakan tangan sebagai media pelancar pembicaraan.


Dr. Henry Corby, leksikolog dan antropolog dari Universitas Miami mengemukakan bahwa janin yang berada di dalam rahim ibu yang berusia enam bulan sudah bisa mendengar dengan jelas. Sekali lagi, ini adalah bukti sahih akan pentingnya keterampilan mendengarkan. Untuk menjadi menarik, tertariklah pada orang lain. Antusias dan tuluslah mendengarkan. Berusaha mencari tahu apa yang menjadi minat orang lain dan ajukan pertanyaan yang orang lain senang untuk menjawabnya. Semakin banyak kita berbicara, semakin sulit kita mendengar. Orang yang tak mau mendengarkan, lamban dalam belajar. Seperti kata Aristoteles; kehilangan satu indera, maka kehilangan satu pengetahuan.

Mari saling mendengarkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar