Senin, 31 Maret 2014

Shalat sebagai Terapi Psikologi

Untuk apa kita shalat? Apakah shalatnya kita hanyalah akumulasi-akumulasi kebiasan yang melahirkan rutinitas? Ataukah kita shalat karena takut siksa neraka? Ataukah pula kita shalat karena ingin kenikmatan surga? Dalam buku Shalat sebagai Terapi Psikologi karya Muhammad Bahnasi membahas tentang shalat yang tidak terfokus kepada gerakannya saja, melainkan makna shalat yang diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.



Shalat dan Adaptasi

Shalat adalah proses adaptasi kita terhadap Allah Swt secara pribadi dengan melupakan sejenak urusan dunia. Shalat didahului dengan bersuci seperti berwudhu dengan air atau bertayammum. Bilamana kondisi kita tidak memungkinkan seperti salah satu anggota tubuh diperban maka tetap bisa melaksanakan wudhu dengan membasuh luka tersebut. Shalat juga dapat dilakukan oleh orang yang Safar (bepergian) yaitu dengan menjamak shalat apabila dikhawatirkan akan tertinggal. Bagaimana apabila seseorang lupa rakaat berapa ia sudah melaksanakan shalatnya? Yang harus ia lakukan adalah sujud sahwi sebanyak dua kali sebelum salam. Bagi orang yang sakit, shalat tetaplah kewajiban. Bila ia sanggup berdiri maka berdirilah, bila ia tidak sanggup berdiri maka duduklah, bila ia tidak sanggup untuk duduk maka berbaringlah, dan bila ia tida bisa berbuat apa-apa cukup dengan isyaratnya. Dalam keadaan perangpun tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat yaitu dengan Shalat Khauf, dimana shalat seperti biasa sembari berjaga-jaga ketika ada musuh. Ijtihad dalam shalat adalah dengan beradaptasi pada lingkungan dengan tetap melakukan syariat Islam tanpa harus berbenturan dengan situasi dan kondisi yang terjadi.

Shalat dan Kehidupan

Hubungan shalat sangat berpengaruh terhadap jasmani dan ruhani. Gerakan shalat menghasilkan kondisi fisik yang sehat. Pembacaan yang berulang-ulang dalam shalat juga dapat menjadi afirmasi rohani. Shalat juga sangat berpengaruh kepada kesehatan jiwa agar tidak lupa diri, menumbuhkan rasa percaya diri, menghalau kekhawatiran dan rasa takut karena berkeyakinan bahwa Allah Swt selalu melindungi dan menolong kita.

Shalat dan Akal

Dalam Al-Quran menganjurkan kita untuk menggunakan akal dalam berbagai hal terutama dalam shalat. Shalat melatih kita untuk terfokus hanya kepada Allah yang Maha Hidup dan padanya kehidupan kita bergantung. Sujud dalam shalat adalah momen dimana manusia berusaha menundukkan kepala dan egonya yang seringakali pongah. Merendahkan diri serendah-rendahnya di tanah yang rendah kepada Tuhan yang Maha Suci lagi Maha Tinggi.

Shalat dan Tubuh

Shalat berpengaruh kepada kebersihan. Ketika kita berwudhu, kita berkumur-kumur yang dapat menghilangkan kuman-kuman yang bersarang di rongga mulut kita. Setiap gerakan shalat berpengaruh kepada kesehatan. Shalat melindungi manusia dari berbagai macam penyakit seperti obesitas, rematik, dan lainnya. Shalat merupakan relaksasi, ketenangan jiwa seorang hamba yang bertemu dengan Tuhannya, yaitu Allah Swt dalam shalatnya yang khusyuk. Dalam Al-Qur’an melarang orang yang sedang mabuk untuk shalat karena akalnya tidak bekerja dengan baik. Shalat adalah obat bagi penyakit jiwa dan raga manusia.

Shalat; antara Kebiasaan dan Ibadah

Hubungan antara shalat dan kebiasaan adalah shalat dilakukan secara kontinyu. Tanpa disadari shalat dilakukan hanya secara spontan dan mudah. Tetapi karena mudah dan spontan tersebut malah kita sendiri lupa makna shalat itu sendiri. Shalat tapi hadirnya akal sebagai gerakan sadar adalah shalat tanpa makna. Jika tanpa makna berarti bukan ibadah. Karena ibadah adalah gerakan sadar untuk menyembah Allah Swt. Tapisulitnya sadar atau khusyuk dalam shalat bukanlah alasan untuk kita meninggalkan shalat. Apakah kita terlalu sibuk untuk urusan duniawi? Padahal shalat hanya membutuhkan sepuluh atau dua puluh menit.

Shalat dan Masyarakat

Apa hubungan shalat dan masyarakat? Salah satunya hubungannya adalah shalat berjamaah di mesjid. Shalat berjamaah dapat mempererat tali silutarahmi antar sesama muslim. Apalagi untuk gaya hidup di kota-kota besar yang cenderung individualis dan terburu-terburu. Shalat berjamaah menjadi solusi bagi mereka untuk tetap bertegur sapa dan menyeimbangkan kehidupan sosial.

Memaknai Tujuan Shalat

Shalat adalah tiang agama, kata Rasulullah Saw. Dengan shalat, seseorang terkendali akalnya, jiwanya, fisiknya, bahkan sampai pada lingkungan sosialnya. Namun yang perlu ditekankan, shalat yang dimaksud bukanlah shalat yang hanya dijadikan kebiasaan atau takut masuk neraka dan ingin masuk surga. Melainkan shalat yang kita yang disertai gerakan sadar. Sinkronisasi dari ketundukan tubuh dan akal. Tidak ada alasan untuk tidak shalat karena Allah Swt takkan pernah mempersulit umat-Nya. Akhirul kata; untuk apa kita shalat? Dijawab dengan indah dalam Al-qur’an surah al-ankabut ayat 45; Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Shalat bertujuan untuk memuliakan akhlak kita pada diri sendiri, sesama manusia, alam semesta dan Pemilik Segala Sesuatu; Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar