Minggu, 11 Mei 2014

Mengapa Kita Diciptakan


            Tujuan dari misi kenabian adalah untuk dapat membimbing manusia menemukan tujuan hidupnya. Kita tidak mungkin mengasumsikan bahwa ada tujuan yang diinginkan Tuhan dalam penciptaan manusia. Karena jika Tuhan memiliki tujuan, berarti ada yang belum Dia memiliki sehingga Dia harus harus bertujuan untuk memenuhi atau melengkapi sesuatu yang belum Dia memiliki tersebut. Jika ada yang belum Tuhan miliki, berarti Tuhan mempunyai kekurangan. Jika Tuhan mempunyai kekurangan, berarti Tuhan tidak sempurna. Jika Tuhan tidak sempurna, maka ia tidak dapat disebut Tuhan. Olehnya itu, Tuhan tidak memiliki tujuan dalam proses penciptaan manusia. Tetapi, jika ia tidak memiliki tujuan, apakah penciptaan manusia hanyalah sesuatu yang sia-sia?

            Tujuan penciptaan adalah untuk keperluan makhluk itu sendiri, bukan untuk Tuhan. Dalam pengertian lain, tujuan penciptaan mencakup dan menjadi bagian dari proses penyempurnaan makhluk, bukan untuk penyempurnaan Tuhan. Dalam pengertian ini, kita dapat memahami suatu konsekuensi bahwa setiap induvidu memiliki tahapan-tahapan penyempurnaan yang harus dicapai. Jika seseorang telah mencapai puncak penyempurnaannya, maka dapat dikatakan bahwa dia telah diciptakan demi mencapai penyempurnaan tersebut. Lalu, bagaimana dengan ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin yang hanya untuk “menghamba” kepada Tuhan?


            Manusia diciptkan untuk mengabdi. Dan pengabdian kepada Tuhan adalah tujuan itu sendiri. Dengan demikian, tujuan dan tempat kembali yang ditawarkan oleh islam adalah Tuhan. Segala sesuatu selain-Nya, hanyalah sarana untuk menuju kepada-Nya. Tuhan adalah puncak tujuan. Dan semua tujuan-tujuan lain hanyalah derivasi (turunan) dari tujuan tunggal ini. Allah Swt. berfirman “Sesunggunhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”.

Kebebasan Individu dan Tanggung Jawab Sosial

            Bertrand Russel berkata bahwa dasar dan asal etika sosial adalah kepentingan individu dalam anggota masyarakat. Mereka menganggap bahwa etika sosial adalah bentuk kesepakatan antar individu dalam sebuah komunitas yang dengan kesepakatannya itu mereka dapat melindungi kepentingan-kepentingannya. Lain lagi menurut Pemikiran Marxisme yang tidak memperhitungkan nilai-nilai spiritualitas manusia serta kesadaran moral. Padahal akar dari segala bentuk penindasan dan kedzaliman bukan hanya kekayaan. Ada banyak faktor lain yang bahkan orang komunis sekalipun tidak bisa menolaknya.

            Menurut Sartre, “ Jika Tuhan mencampuri semua urusan manusia, maka tidak akan ada lagi spiritualitas yang melahirkan kebabasan manusia. Kehadiran Tuhan hanya akan menghilangkan kebebasan, karenanya tanggung jawab tanpa kebebebasan tidak akan berarti apa apa.” Diperlukan sistem nilai untuk menengahi pertentangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial. Sistem nilai sangat fundamental bagi semua mazhab pemikiran.  Karena sistem nilai dapat memberikan bimbingan kepada manusia dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Pandangan Dunia Tauhid

            Monoteisme memberikan paradigma dalam membangun perspektif universal yang filosofis. Tauhid Dzat adalah mempercayai bahwa Allah itu tidak mempunyai sekutu serta meyakini bahwa tak ada satupun yang menyerupai-Nya. Tauhid Sifat berarti bahwa Dzat Allah tidak bertentangan (atau berbeda) dengan seluruh sifat-sitnya-Nya,atau salah satu sifat-Nya tidak bertentangan dengan sifat lainnya. Sementara Tauhid Perbuatan adalah keyakinan bahwa perbuatan Allah itu satu, tidak ada pertetangan dalam seluruh perbuatan-Nya. Hanya ada satu perbuatan; perbuatan Tuhan. Ibadah pada hakikatnya adalah bentuk kepasrahan dan penyerahan diri tanpa syarat kepada Allah Swt. Sebuah pandangan dunia Tauhid dapat menunjukkan jalan untuk mencapai tujuannya. Ia memberikan ketenangan dan motivasi, bahkan bahkan mampu menumbuhkan kekuatan pengorbanan diri pada manusia.  

            Berbicara tentang sebuah cita-cita atau tujuan, Sartre mengatakan bahwa manusia tidak boleh berhenti pada sebuah target atau batas tertentu. Manusia harus berjalan terus melebihi batas tersebut dengan mengubah rencana awalnya menjadi rencana yang baru.  Inilah bentuk penyempurnaan yang konstan.  Ini berarti, perjalanan ini mirip dengan seseorang yang berjalan semampunya secara terus menerus sejauh mungkin, sampai akhirnya dia harus melanjutkan perjalanan kembali. Dia tidak punya tujuan untuk mencapai tempat khusus, karena dia menganggap bahwa jika dia menuju tempat khusus tersebut, berarti dia menuju kematiannya. Hal ini jelas berbeda dengan pandangan dunia Tauhid, dimana tujuan sudah jelas ditentukan dari awal.

Parameter Manusia Sempurna

            Manusia yang sempurna bukan diukur dari yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari alam (materialistis).  Berikut beberapa pandangan mengenai apa itu manusia sempurna;
      1)     Para sufi memercayai bahwa hanya ada satu kebenaran, dan kebenaran itu hanyalah Allah Swt. Mereka juga menyakini bahwa selain-Nya hanyalah bayang-bayang dari kebenaran itu. Segala sesuatu merupakan perwujudan sifat-sifat Allah Swt. Jika sekiranya kita mati tetapi tidak mengenal kebenaran ini, maka sesungguhnya kita telah mati dalam kekafiran, kebodohan, kegelapan dan ketidaksadaran mutlak. Jadi, manusia sempurna adalah manusia yang paling mengenal Allah Swt.

    2)     Pendapat kedua mengatakan bahwa kesempurnaan manusia terletak pada perasaannya, yaitu rasa cinta yang dimilikinya. Pendapat ini menggunakan sudut pandang etika yang menganggap bahwa manusia yang sempurna adalah seseorang yang lebih banyak memiliki kasih sayang kepada orang lain.

  3)     Pandangan yang lain mengatakan bahwa kesempurnaan manusia terletak pada keindahannya. Tentunya, keindahan yang dimaksud bukanlah keindahan fisik semata, tetapi lebih ditekankan pada keindahan batiniahnya.

    4)     Pandangan lain yang bisa dianggap sebagai pendapat umum di Barat adalah pandangan materialistis yang meletakkan kesempurnaan manusia pada kekuatannya. Semakin kuat seseorang dan semakan dominan dia terhadap lingkungan dan sesamanya, maka dia dianggap semakin sempurna.

Islam; Tujuan Manusia adalah Kembali pada Pemilik Kesempurnaan (Tuhan)

             Kita meyakini bahwa tujuan yang sebenarnya adalah kebenaran, yakni Tuhan. Hanya Tauhid yang diajarkan oleh islam yang dapat memahami tujuan agung ini. Jika islam menjanjikan tujuan-tujuan lain misalnya surga dan perlindungan dari neraka, semua itu hanyalah tujuan-tujuan sekunder saja. Demikian juga keadilan, ia hanya untuk menghilangkan kecendruangan sifat binatang dalam diri manusia. Jadi, jika ditanya mengapa manusia diciptakan? Jawabannya adalah manusia diciptakan agar ia dapat kembali pada Pemilik Kesempurnaan (Menyempurna), yaitu Tuhan.


Selamat menyempurna!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar