Tujuan dari misi kenabian adalah untuk dapat membimbing manusia
menemukan tujuan hidupnya. Kita tidak mungkin mengasumsikan bahwa ada tujuan yang
diinginkan Tuhan dalam penciptaan manusia. Karena jika Tuhan memiliki tujuan,
berarti ada yang belum Dia memiliki sehingga Dia harus harus bertujuan untuk
memenuhi atau melengkapi sesuatu yang belum Dia memiliki tersebut. Jika ada
yang belum Tuhan miliki, berarti Tuhan mempunyai kekurangan. Jika Tuhan
mempunyai kekurangan, berarti Tuhan tidak sempurna. Jika Tuhan tidak sempurna,
maka ia tidak dapat disebut Tuhan. Olehnya itu, Tuhan tidak memiliki tujuan
dalam proses penciptaan manusia. Tetapi, jika ia tidak memiliki tujuan, apakah
penciptaan manusia hanyalah sesuatu yang sia-sia?
Tujuan penciptaan adalah untuk
keperluan makhluk itu sendiri, bukan untuk Tuhan. Dalam pengertian lain, tujuan
penciptaan mencakup dan menjadi bagian dari proses penyempurnaan makhluk, bukan
untuk penyempurnaan Tuhan. Dalam pengertian ini, kita dapat memahami suatu
konsekuensi bahwa setiap induvidu memiliki tahapan-tahapan penyempurnaan yang
harus dicapai. Jika seseorang telah mencapai puncak penyempurnaannya, maka
dapat dikatakan bahwa dia telah diciptakan demi mencapai penyempurnaan
tersebut. Lalu, bagaimana dengan ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa tujuan
penciptaan manusia dan jin yang hanya untuk “menghamba” kepada Tuhan?
Manusia diciptkan untuk mengabdi.
Dan pengabdian kepada Tuhan adalah tujuan itu sendiri. Dengan demikian, tujuan
dan tempat kembali yang ditawarkan oleh islam adalah Tuhan. Segala sesuatu
selain-Nya, hanyalah sarana untuk menuju kepada-Nya. Tuhan adalah puncak
tujuan. Dan semua tujuan-tujuan lain hanyalah derivasi (turunan) dari tujuan
tunggal ini. Allah Swt. berfirman “Sesunggunhnya aku ini adalah Allah, tidak
ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku”.
Kebebasan Individu dan Tanggung Jawab Sosial
Bertrand Russel berkata bahwa dasar
dan asal etika sosial adalah kepentingan individu dalam anggota masyarakat.
Mereka menganggap bahwa etika sosial adalah bentuk kesepakatan antar individu
dalam sebuah komunitas yang dengan kesepakatannya itu mereka dapat melindungi
kepentingan-kepentingannya. Lain lagi menurut Pemikiran Marxisme yang tidak
memperhitungkan nilai-nilai spiritualitas manusia serta kesadaran moral.
Padahal akar dari segala bentuk penindasan dan kedzaliman bukan hanya kekayaan.
Ada banyak faktor lain yang bahkan orang komunis sekalipun tidak bisa
menolaknya.
Menurut Sartre, “ Jika Tuhan
mencampuri semua urusan manusia, maka tidak akan ada lagi spiritualitas yang
melahirkan kebabasan manusia. Kehadiran Tuhan hanya akan menghilangkan
kebebasan, karenanya tanggung jawab tanpa kebebebasan tidak akan berarti apa
apa.” Diperlukan sistem nilai untuk menengahi pertentangan antara kebebasan
individu dan tanggung jawab sosial. Sistem nilai sangat fundamental bagi semua
mazhab pemikiran. Karena sistem nilai
dapat memberikan bimbingan kepada manusia dalam melakukan tugas-tugasnya
sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Untuk mengetahui apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan.
Pandangan Dunia Tauhid
Monoteisme memberikan paradigma
dalam membangun perspektif universal yang filosofis. Tauhid Dzat adalah
mempercayai bahwa Allah itu tidak mempunyai sekutu serta meyakini bahwa tak ada
satupun yang menyerupai-Nya. Tauhid Sifat berarti bahwa Dzat Allah tidak
bertentangan (atau berbeda) dengan seluruh sifat-sitnya-Nya,atau salah satu sifat-Nya
tidak bertentangan dengan sifat lainnya. Sementara Tauhid Perbuatan adalah
keyakinan bahwa perbuatan Allah itu satu, tidak ada pertetangan dalam seluruh
perbuatan-Nya. Hanya ada satu perbuatan; perbuatan Tuhan. Ibadah pada
hakikatnya adalah bentuk kepasrahan dan penyerahan diri tanpa syarat kepada
Allah Swt. Sebuah pandangan dunia Tauhid dapat menunjukkan jalan untuk mencapai
tujuannya. Ia memberikan ketenangan dan motivasi, bahkan bahkan mampu
menumbuhkan kekuatan pengorbanan diri pada manusia.
Berbicara tentang sebuah cita-cita
atau tujuan, Sartre mengatakan bahwa manusia tidak boleh berhenti pada sebuah
target atau batas tertentu. Manusia harus berjalan terus melebihi batas
tersebut dengan mengubah rencana awalnya menjadi rencana yang baru. Inilah bentuk penyempurnaan yang konstan. Ini berarti, perjalanan ini mirip dengan
seseorang yang berjalan semampunya secara terus menerus sejauh mungkin, sampai
akhirnya dia harus melanjutkan perjalanan kembali. Dia tidak punya tujuan untuk
mencapai tempat khusus, karena dia menganggap bahwa jika dia menuju tempat
khusus tersebut, berarti dia menuju kematiannya. Hal ini jelas berbeda dengan pandangan
dunia Tauhid, dimana tujuan sudah jelas ditentukan dari awal.
Parameter Manusia Sempurna
Manusia yang sempurna bukan diukur
dari yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari alam (materialistis). Berikut beberapa pandangan mengenai apa itu
manusia sempurna;
1)
Para sufi memercayai bahwa
hanya ada satu kebenaran, dan kebenaran itu hanyalah Allah Swt. Mereka juga
menyakini bahwa selain-Nya hanyalah bayang-bayang dari kebenaran itu. Segala sesuatu
merupakan perwujudan sifat-sifat Allah Swt. Jika sekiranya kita mati tetapi
tidak mengenal kebenaran ini, maka sesungguhnya kita telah mati dalam
kekafiran, kebodohan, kegelapan dan ketidaksadaran mutlak. Jadi, manusia
sempurna adalah manusia yang paling mengenal Allah Swt.
2)
Pendapat kedua mengatakan
bahwa kesempurnaan manusia terletak pada perasaannya, yaitu rasa cinta yang
dimilikinya. Pendapat ini menggunakan sudut pandang etika yang menganggap bahwa
manusia yang sempurna adalah seseorang yang lebih banyak memiliki kasih sayang
kepada orang lain.
3)
Pandangan yang lain
mengatakan bahwa kesempurnaan manusia terletak pada keindahannya. Tentunya,
keindahan yang dimaksud bukanlah keindahan fisik semata, tetapi lebih
ditekankan pada keindahan batiniahnya.
4)
Pandangan lain yang bisa
dianggap sebagai pendapat umum di Barat adalah pandangan materialistis yang
meletakkan kesempurnaan manusia pada kekuatannya. Semakin kuat seseorang dan
semakan dominan dia terhadap lingkungan dan sesamanya, maka dia dianggap
semakin sempurna.
Islam; Tujuan Manusia adalah Kembali pada Pemilik Kesempurnaan
(Tuhan)
Kita meyakini bahwa tujuan yang sebenarnya adalah
kebenaran, yakni Tuhan. Hanya Tauhid yang diajarkan oleh islam yang dapat
memahami tujuan agung ini. Jika islam menjanjikan tujuan-tujuan lain misalnya
surga dan perlindungan dari neraka, semua itu hanyalah tujuan-tujuan sekunder
saja. Demikian juga keadilan, ia hanya untuk menghilangkan kecendruangan sifat
binatang dalam diri manusia. Jadi, jika ditanya mengapa manusia diciptakan?
Jawabannya adalah manusia diciptakan agar ia dapat kembali pada Pemilik
Kesempurnaan (Menyempurna), yaitu Tuhan.
Selamat menyempurna!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar